Kunjungan
para pimpinan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ke Istanbul, Turki,
digunakan untuk mengambil inspirasi untuk para kader PKS dari sang
penakluk Konstantinopel, Muhammad Al-Fatih. Kader PKS dapat mengambil
banyak pelajaran dari tokoh pemimpin muda itu.
Ketua Fraksi
PKS, Hidayat Nur Wahid membuka diskusi dengan menceritakan soal fakta
sejarah penaklukan kota Konstantinopel pada abad ke-15 hingga gaya
kepemimpinan Muhammad Al-Fatih yang begitu fenomenal di masa itu.
Diskusi
yang digelar di benteng Konstatinopel, taman museum Panorama, Istanbul,
Turki, diikuti Presiden PKS Anis Matta dan Ketua Komisi I DPR dari PKS,
Mahfudz Siddik. ”Oleh Muhammad Al-Fatih, kota ini diubah namanya dari
Konstantinopel jadi Islambul, entah kenapa jadi Istanbul sekarang,”
Jelas Hidayat.
Dari sosok Muhammad Al-Fatih, lanjut Hidayat,
sejumlah inspirasi bisa ditiru oleh para kader PKS. Di antarnya,
pemimpin muda itu memiliki kepribadian yang agung dan sangat suka dengan
sejarah. “Sehingga dia tidak mengulangi lagi kegagalan pemimpin
sebelumnya,” tuturnya.
Tak hanya itu, Al-Fatih juga dikenal
sebagai orang yang detail dalam memperhatikan hal-hal di sekelilingnya.
Mulai dari urusan administrasi hingga masalah militer. Pria yang
menaklukkan Konstantinopel di usia 19 tahun itu juga menaruh minat pada
perkembangan teknologi. “Beliau juga menguasai banyak bahasa asing,”
terang Hidayat.
Meski demikian, Hidayat mengingatkan para kader
PKS, untuk menundukkan kota Konstantinopel itu diperlukan waktu hingga 8
abad. Saat ini, PKS yang baru berusia 15 tahun masih membutuhkan
perjalanan panjang untuk menggapai kesuksesan. ”Tetapi dengan
kepemimpinan unggul, maka waktu yang panjang itu bisa dipotong pendek,”
pesan Hidayat.
Mahfudz Siddik dalam diskusi itu berbicara tentang
kaitannya gaya kepemimpinan Al-Fatih dengan politik hubungan luar negeri
di Indonesia. Ia mengisahkan tiga fase politik luar negeri Indonesia,
dan menurutnya yang lebih baik adalah ketika masa Orde Lama. ”Saat ini
politik luar negeri konfrontatif, saat itu leverage politik meningkat
sangat kuat, tidak ada orang tidak kenal sosok Soekarno,” imbuhnya dalam
perbincangan yang semakin hangat ini.
Di era Orde Baru dan
Reformasi, lanjut Mahfudz, politik luar negeri Indonesia lebih
akomodatif. Ke depannya ia berharap pemimpin Indonesia lebih bisa
memainkan peranan yang lebih besar di dunia internasional. Mengingat
latar belakangnya sebagai negeri dengan penduduk Muslim terbesar di
dunia. Sehingga harapannya bisa menjadi kiblat politik islam di Dunia.
Sumber: Fimadani News
0 komentar:
Posting Komentar