Bandung -
Sebagai bagian dari koalisi, PKS sedikit berbeda. Partai bergambar
bulan sabit kembar ini menolak rencana kenaikan harga BBM. Mereka
menolak dianggap membangkang.
"Teman koalisi tidak ada yang menilai (kami) membangkang. Hubungan koalisi harmonis. Buktinya tidak ada hal yang mengguncang pemerintahan dari koalisi. Ini sesuai taglinenya PKS, harmoni dalam perbedaan," kata juru bicara PKS Bidang Ekonomi, Andi Rahmat, di Bale Gazeboo, Jl Surapati Bandung, Jumat (31/5/2013).
Andi di Bandung untuk mendampingi Presiden PKS Anis Matta dalam acara "Silaturahmi Presiden Anis Mata dengan Tokoh Masyarakat".
Andi menjelaskan, pada tahun 2005, begitu ada impor beras yang tidak terkendali, PKS mendorong mengajukan hak angket. Padahal saat itu, presiden baru saja dilantik. Tapi di tahun 2005 dan 2007, PKS mendukung kebijakan kenaikan BBM.
"Kami di garda depan, menjelaskan kepada publik mengapa BBM harus naik kala itu," jelasnya.
Mengapa saat ini menolak? Andy menyebut karena waktu 2005-2007 lalu, pemerintah dan PKS satu irama dalam desain kebijakan umum energi nasional. Ada migrasi dari penggunaan kerosin yang bebannya lebih besar dari BBM ke elpiji 3 kg. Selain itu, pemerintah mengambil alih proses pembangkitan program 10 ribu mega watt.
"Proposal kebijakan energi pemerintah saat itu intergral. Kita dukung karena tahu betul itu akan berkembang dan apa efeknya bagi perekonomian," jelasnya.
Sedangkan saat ini, lanjut Andi, pemerintah hilang kendali terhadap hulu dan menyelesaikan masalah di hilir. "Kami sebetulnya bukan menentang, kami ingin mengendalikan bisikan aneh kepada Presiden, karena intinya yang harus kita beresekan ini hulu," tandasnya.
"Maka sekarang kami mengkritik dan mengingatkan teman seiring sejalan, supaya tidak jauh terjerumus. Kalau terlalu jauh, bukan kami saja tapi bangsa secara keseluruhan (terkena dampaknya)," paparnya.
Di Bandung, Anis Matta dijadwalkan mengunjungi PP Persis dan bertemu dengan tokoh masyarakat dan tokoh ormas Islam.[detik]
"Teman koalisi tidak ada yang menilai (kami) membangkang. Hubungan koalisi harmonis. Buktinya tidak ada hal yang mengguncang pemerintahan dari koalisi. Ini sesuai taglinenya PKS, harmoni dalam perbedaan," kata juru bicara PKS Bidang Ekonomi, Andi Rahmat, di Bale Gazeboo, Jl Surapati Bandung, Jumat (31/5/2013).
Andi di Bandung untuk mendampingi Presiden PKS Anis Matta dalam acara "Silaturahmi Presiden Anis Mata dengan Tokoh Masyarakat".
Andi menjelaskan, pada tahun 2005, begitu ada impor beras yang tidak terkendali, PKS mendorong mengajukan hak angket. Padahal saat itu, presiden baru saja dilantik. Tapi di tahun 2005 dan 2007, PKS mendukung kebijakan kenaikan BBM.
"Kami di garda depan, menjelaskan kepada publik mengapa BBM harus naik kala itu," jelasnya.
Mengapa saat ini menolak? Andy menyebut karena waktu 2005-2007 lalu, pemerintah dan PKS satu irama dalam desain kebijakan umum energi nasional. Ada migrasi dari penggunaan kerosin yang bebannya lebih besar dari BBM ke elpiji 3 kg. Selain itu, pemerintah mengambil alih proses pembangkitan program 10 ribu mega watt.
"Proposal kebijakan energi pemerintah saat itu intergral. Kita dukung karena tahu betul itu akan berkembang dan apa efeknya bagi perekonomian," jelasnya.
Sedangkan saat ini, lanjut Andi, pemerintah hilang kendali terhadap hulu dan menyelesaikan masalah di hilir. "Kami sebetulnya bukan menentang, kami ingin mengendalikan bisikan aneh kepada Presiden, karena intinya yang harus kita beresekan ini hulu," tandasnya.
"Maka sekarang kami mengkritik dan mengingatkan teman seiring sejalan, supaya tidak jauh terjerumus. Kalau terlalu jauh, bukan kami saja tapi bangsa secara keseluruhan (terkena dampaknya)," paparnya.
Di Bandung, Anis Matta dijadwalkan mengunjungi PP Persis dan bertemu dengan tokoh masyarakat dan tokoh ormas Islam.[detik]
0 komentar:
Posting Komentar