Sejak
kasus Ustadz LHI mencuat tanggal 30 Januari 2013 hingga hari ini
menyebabkan ada perubahan yang terjadi pada ritme hidup saya yaitu
hampir setiap hari menyempatkan membuka internet untuk mengikuti
perkembangan berita yang terjadi seputar kasus ini. Bahkan saya berhasil
mem-file berita-berita yang memotivasi diri saya dari berbagai sumber,
hingga jumlahnya mencapai 5 bundel masing-masing berisi 200 halaman
sebagai dokumen penting, berarti sudah 1.000 halaman kertas folio saya
simpan. Kalau saya perhatikan secara seksama berita-berita tersebut bisa
saya simpulkan sebagai berkut :
1. Kelompok pembenci PKS, walaupun kasus ini menimpa Ustadz LHI ternyata yang dibully adalah PKS karena memang tujuan utama dari kelompok pembenci adalah pembubaran PKS, tujuan sekundernya pengrusakan citra PKS, tujuan ketiganya pembenturan PKS dengan KPK yang secara fakta getol melawan korupsi, tujuan keempatnya memisahkan kader PKS dengan qiyadahnya / pemimpinnya. Jangan kira kelompok ini muncul dengan tiba-tiba / spontan, namun sudah dipersiapkan lama dengan visi, misi, dan strateginya. Kelompok ini dimotori oleh ICW sebagai lembaga dan orang-orang yang ada didalamnya dan masih ada yang lain, jelas sudah posisinya. Dari sisi media nampak jelas berita-beritanya tendensius tidak apa adanya, berat sebelah, dimotori oleh Majalah Tempo (tokohnya Gunawan Muhammad), hampir semua Televisi Nasional, hampir semua Media Cetak, jelas sudah posisinya.
Ada pelajaran yang sangat berharga yang dapat dipetik dari rangkaian peristiwa ini bahwa telah terjadi garis pembeda yang nyata (furqon), bahwa sebelum kasus ini mencuat jarang diketahui (terekspose ke umum) hitam-putihnya lembaga-lembaga yang ada disekitar kita bahkan sampai posisi tokoh-tokoh yang ada dinegeri ini, ternyata selama ini tidak nampak siapa yang murni membela keadilan di negeri ini, siapa yang membela kebenaran, siapa yang membela aturan main berbangsa dan bernegara, siapa yang membela sistem kehidupan universal, dengan kejadian ini jadi tampak jelas posisinya.
Kalau menengok ke belakang sejarah Indonesia dimulai dari Kerajaan Singosari, bahwa pergantian kepemimpinan (Raja waktu itu) selalu dimulai dari munculnya kebencian / fitnah bahkan dengan pembunuhan. Tunggul Ametung sebagai Raja pertama Singosari diganti Ken Arok dengan pembunuhan, selanjutnya Ken Arok dibunuh juga oleh penggantinya. Benci membenci dan bunuh membunuh terus terjadi pada pemerintahan kerajaan-kerajaan berikutnya, Kerajaan Kediri, Mojopahit, Pajang, Demak Bintoro, Kerajaan Mataram dan lain-lain.
Setelah era kemerdekaan, kebencian dan pembunuhan tidak dilakukan secara nyata tetapi berupa pembunuhan karakter dengan cap-cap / stigma-stigma antara lain tidak nasionalis, kelompok garis keras, teroris, PKI, gerakan trans nasional, berseberangan dengan pemerintah, tidak pancasilais, ekstrim kiri, ekstrim kanan, ekstrimis, oposisi, aliran sesat, gerakan subversif, organisasi terlarang, aliran wahabi, pemberontak, kelompok petisi, pengritik, dan lain-lain istilah yang dimunculkan oleh pihak-pihak yang otoriter (bukan negarawan dan demokrat sejati). Situasi seperti ini masih terjadi diera reformasi ini yang terjadi bukan berdemokrasi secara sehat, santun dan terbuka tetapi adu kekuatan dengan segala cara antara lain dengan kebohongan publik, kepura-puraan, konspirasi, saling jegal, saling sikut, kavling-kavling / bagi – bagi kue anggaran, potongan-potongan anggaran (komisi /fee atas proyek APBN / APBD), demokrasi dengan jual beli suara rakyat dan lain-lain.
Nuansa kebencian dan pembunuhan karakter seperti ini sekarang sedang dilakukan terhadap PKS dan kader-kadernya, ini dibuktikan dengan proses ditangkapnya Ustadz LHI dan proses penyidikannya yang menimbulkan banyak tanda-tanya, teka-teki, tidak logis, dipaksakan, kadang-kadang lucu dan kentara kalau ada nuansa ‘titipan’.
2. Kelompok yang mencintai PKS, terutama dari para kadernya, simpatisannya, para akademisi yang jujur, kelompok-kelompok terdidik yang cerdas, para profesional, kelompok rasionalis dan masyarakat luas yang merasakan keberadaan dan sepak terjang PKS dan kadernya di masyarakat. Mereka ini tidak gampang dipengaruhi dengan cara-cara yang murahan, direkayasa dan mudah ditebak. Para pembenci PKS tidak memahami bahwa kader-kader PKS adalah da’i yang sejak dahulu kala mengerjakan dan memperjuangkan kesinambungan dakwah Islamiyah agar tegaknya kebenaran, keadilan, dan kebaikan dunia akhirat. Hal ini tercantum pada beberapa ayat dalam Al-Quran:
• “Kebenaran itu dari Tuhanmu maka janganlah sekali-kali engkau (Muhammad) termasuk orang-orang yang ragu” (QS Al-Baqoroh ayat 147)
• “Dan sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus. Maka ikutilah! Jangan kamu ikuti jalan-jalan (yang lain) yang akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu bertakwa” (QS Al-An’am ayat 153)
• “Wahai orang-orang yang beriman jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adilah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah mahateliti apa yang kamu kerjakan” (QS Al-Maidah ayat 8)
• “Dan diantara mereka ada yang berdoa, ‘Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan dunia dan kebaikan akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka” (QS Al-Baqoroh ayat 201)
Yang dicintai para da’i adalah Allah dan Rasul-Nya, orang-orang beriman dan bertaqwa, serta menyayangi semua makhluk-Nya. Para da’i tidak butuh figur manusia biasa, tapi figur para da’i adalah Rasulullah Muhammad SAW, tugas da’i menyebarkan kebaikan, mencegah kemungkaran, bernasehat dalam kebenaran dan kesabaran. Hubungan dengan pimpinan partai adalah mereka sebagai pengarah, guru, orang tua, pembina dimana setiap saat bisa berganti tanpa bertele-tele prosesnya. Setiap da’i pasti siap diamanahi (dengan syarat berat) sebagai pimpinan kalau memang dibutuhkan, sebagi contoh ketika Ustadz LHI mengundurkan diri, hanya butuh waktu 2 hari langsung diganti oleh Ustadz Anis Matta dan lebih cepatpun bisa tergantung keadaan yang terpenting melalui mekanisme ‘syuro’. Sejarah juga menunjukkan bahwa setelah Rasulullah SAW wafat tampuk kepemimpinan umat Islam ditetapkan Abu Bakar Shidiq melalui ‘syuro’, sesuatu yang syar’i dan indah sekali.
Terhadap kasus yang menimpa PKS dan Ustadz LHI apa yang dilakukan oleh kader adalah mendoakan serta memohon kepada Allah SWT agar yang bersangkutan dimudahkan urusannya, jangan diberikan beban kalau tidak kuat memikulnya, diberikan kesabaran dan ketabahan, diampuni kesalahan dan dosa-dosanya, kami semua cinta kepadanya karena sesama da’i. Sesama kader dakwah saling menguatkan, mendoakan semoga tetap dalam keberkahan dan keistiqomahan dalam jalan dakwah, yang kami lakukan selain itu adalah menghindari perbuatan fitnah, menghindari komentar yang tidak perlu, menjaga soliditas sesama kader dan barisan dakwah, tetap bekerja dan beramal, tiap minggu bertemu untuk ngaji, kami infakkan sebagian rezeki untuk dakwah, itulah rutinitas para da’i tidak ada yang berubah sama sekali.
3. Kelompok yang netral, acuh tak acuh dengan keadaan. Kelompok ini biasanya tidak peduli apa yang terjadi di negeri ini, asik dengan urusannya sendiri, tidak mau tahu dengan apa yang sedang terjadi . Kelompok ini cepat atau lambat akan bisa ketarik kepada pembenci atau pecinta PKS, tinggal adu strategi dan teknik di lapangan.
Wahai kader dakwah, posisi 3 kelompok ini sudah sangat jelas, marilah kita lebih berhati-hati dalam berfikir, mengambil keputusan, dan bertindak terutama kader-kader yang sudah menjadi pejabat publik karena kelompok yang masih membenci dakwah akan terus mencari-cari kesalahan partai dakwah ini dan kader-kadernya maupun pendukung-pendukungnya. Wajib dibaca dan dipegang teguh oleh para kader berupa Tadzkhiroh Dewan Syariah Pusat tentang MENGHINDARI HAL-HAL YANG MENIMBULKAN FITNAH yang dikeluarkan oleh DSP pada tanggal 30 Mei 2013.
Dalam kondisi apapun, dimanapun, dan kapanpun para da’i harus tetap menjadi suri teladan, sportif dalam bermain dan bertindak, disiplin dalam beramal dan memegang fiqud dakwah, sesungguhnya yang bergerak itu adalah waktu sedangkan substansi dan nilai dakwah tetap dan haqiqi.
Oleh karena itu sebagai da’i harus terus belajar dan membekali diri dengan berbagai ilmu, para da’i harus melek hukum, melek informasi, melek berorganisasi, melek bermasyarakat, melek berpolitik, melek dunia pendidikan, melek pemerintahan, melek masalah-masalah sosial, melek teknologi, melek masalah ekonomi keuangan, melek dalam manajemen keluarga, melek adanya perang pemikiran, melek dunia internasional dan lain-lain, dan yang paling penting harus menguasai ilmu agama. Kita buka kembali materi tarbiyah tentang Al-Haq Wal-Bathil dan Ghazwul Fikri. Tugas da’i terhadap kelompok pembenci dan kelompok netral adalah mendakwahi, sehingga mereka semua menjadi penambah dan penguat barisan dakwah ini, jangan engkau benci mereka, mari kita ajak dengan CINTA_KERJA_HARMONI. Yakinlah kalau Allah SWT berkehendak tidak ada yang sulit dan tidak mungkin, siapa tahu seorang Johan Budi, Abraham Samad, Busro Muqodas, Bambang Widjojanto, Adnan Pandu Praja, dan Zulkarnain ternyata lebih sholeh dan nantinya menjadi penguat barisan dakwah ini.
Wallahu a’lam bishowab
Oleh: Danar Widiantoro
Ketua Bidang Kaderisasi DPD PKS Wonosobo, Jawa Tengah
1. Kelompok pembenci PKS, walaupun kasus ini menimpa Ustadz LHI ternyata yang dibully adalah PKS karena memang tujuan utama dari kelompok pembenci adalah pembubaran PKS, tujuan sekundernya pengrusakan citra PKS, tujuan ketiganya pembenturan PKS dengan KPK yang secara fakta getol melawan korupsi, tujuan keempatnya memisahkan kader PKS dengan qiyadahnya / pemimpinnya. Jangan kira kelompok ini muncul dengan tiba-tiba / spontan, namun sudah dipersiapkan lama dengan visi, misi, dan strateginya. Kelompok ini dimotori oleh ICW sebagai lembaga dan orang-orang yang ada didalamnya dan masih ada yang lain, jelas sudah posisinya. Dari sisi media nampak jelas berita-beritanya tendensius tidak apa adanya, berat sebelah, dimotori oleh Majalah Tempo (tokohnya Gunawan Muhammad), hampir semua Televisi Nasional, hampir semua Media Cetak, jelas sudah posisinya.
Ada pelajaran yang sangat berharga yang dapat dipetik dari rangkaian peristiwa ini bahwa telah terjadi garis pembeda yang nyata (furqon), bahwa sebelum kasus ini mencuat jarang diketahui (terekspose ke umum) hitam-putihnya lembaga-lembaga yang ada disekitar kita bahkan sampai posisi tokoh-tokoh yang ada dinegeri ini, ternyata selama ini tidak nampak siapa yang murni membela keadilan di negeri ini, siapa yang membela kebenaran, siapa yang membela aturan main berbangsa dan bernegara, siapa yang membela sistem kehidupan universal, dengan kejadian ini jadi tampak jelas posisinya.
Kalau menengok ke belakang sejarah Indonesia dimulai dari Kerajaan Singosari, bahwa pergantian kepemimpinan (Raja waktu itu) selalu dimulai dari munculnya kebencian / fitnah bahkan dengan pembunuhan. Tunggul Ametung sebagai Raja pertama Singosari diganti Ken Arok dengan pembunuhan, selanjutnya Ken Arok dibunuh juga oleh penggantinya. Benci membenci dan bunuh membunuh terus terjadi pada pemerintahan kerajaan-kerajaan berikutnya, Kerajaan Kediri, Mojopahit, Pajang, Demak Bintoro, Kerajaan Mataram dan lain-lain.
Setelah era kemerdekaan, kebencian dan pembunuhan tidak dilakukan secara nyata tetapi berupa pembunuhan karakter dengan cap-cap / stigma-stigma antara lain tidak nasionalis, kelompok garis keras, teroris, PKI, gerakan trans nasional, berseberangan dengan pemerintah, tidak pancasilais, ekstrim kiri, ekstrim kanan, ekstrimis, oposisi, aliran sesat, gerakan subversif, organisasi terlarang, aliran wahabi, pemberontak, kelompok petisi, pengritik, dan lain-lain istilah yang dimunculkan oleh pihak-pihak yang otoriter (bukan negarawan dan demokrat sejati). Situasi seperti ini masih terjadi diera reformasi ini yang terjadi bukan berdemokrasi secara sehat, santun dan terbuka tetapi adu kekuatan dengan segala cara antara lain dengan kebohongan publik, kepura-puraan, konspirasi, saling jegal, saling sikut, kavling-kavling / bagi – bagi kue anggaran, potongan-potongan anggaran (komisi /fee atas proyek APBN / APBD), demokrasi dengan jual beli suara rakyat dan lain-lain.
Nuansa kebencian dan pembunuhan karakter seperti ini sekarang sedang dilakukan terhadap PKS dan kader-kadernya, ini dibuktikan dengan proses ditangkapnya Ustadz LHI dan proses penyidikannya yang menimbulkan banyak tanda-tanya, teka-teki, tidak logis, dipaksakan, kadang-kadang lucu dan kentara kalau ada nuansa ‘titipan’.
2. Kelompok yang mencintai PKS, terutama dari para kadernya, simpatisannya, para akademisi yang jujur, kelompok-kelompok terdidik yang cerdas, para profesional, kelompok rasionalis dan masyarakat luas yang merasakan keberadaan dan sepak terjang PKS dan kadernya di masyarakat. Mereka ini tidak gampang dipengaruhi dengan cara-cara yang murahan, direkayasa dan mudah ditebak. Para pembenci PKS tidak memahami bahwa kader-kader PKS adalah da’i yang sejak dahulu kala mengerjakan dan memperjuangkan kesinambungan dakwah Islamiyah agar tegaknya kebenaran, keadilan, dan kebaikan dunia akhirat. Hal ini tercantum pada beberapa ayat dalam Al-Quran:
• “Kebenaran itu dari Tuhanmu maka janganlah sekali-kali engkau (Muhammad) termasuk orang-orang yang ragu” (QS Al-Baqoroh ayat 147)
• “Dan sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus. Maka ikutilah! Jangan kamu ikuti jalan-jalan (yang lain) yang akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu bertakwa” (QS Al-An’am ayat 153)
• “Wahai orang-orang yang beriman jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adilah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah mahateliti apa yang kamu kerjakan” (QS Al-Maidah ayat 8)
• “Dan diantara mereka ada yang berdoa, ‘Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan dunia dan kebaikan akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka” (QS Al-Baqoroh ayat 201)
Yang dicintai para da’i adalah Allah dan Rasul-Nya, orang-orang beriman dan bertaqwa, serta menyayangi semua makhluk-Nya. Para da’i tidak butuh figur manusia biasa, tapi figur para da’i adalah Rasulullah Muhammad SAW, tugas da’i menyebarkan kebaikan, mencegah kemungkaran, bernasehat dalam kebenaran dan kesabaran. Hubungan dengan pimpinan partai adalah mereka sebagai pengarah, guru, orang tua, pembina dimana setiap saat bisa berganti tanpa bertele-tele prosesnya. Setiap da’i pasti siap diamanahi (dengan syarat berat) sebagai pimpinan kalau memang dibutuhkan, sebagi contoh ketika Ustadz LHI mengundurkan diri, hanya butuh waktu 2 hari langsung diganti oleh Ustadz Anis Matta dan lebih cepatpun bisa tergantung keadaan yang terpenting melalui mekanisme ‘syuro’. Sejarah juga menunjukkan bahwa setelah Rasulullah SAW wafat tampuk kepemimpinan umat Islam ditetapkan Abu Bakar Shidiq melalui ‘syuro’, sesuatu yang syar’i dan indah sekali.
Terhadap kasus yang menimpa PKS dan Ustadz LHI apa yang dilakukan oleh kader adalah mendoakan serta memohon kepada Allah SWT agar yang bersangkutan dimudahkan urusannya, jangan diberikan beban kalau tidak kuat memikulnya, diberikan kesabaran dan ketabahan, diampuni kesalahan dan dosa-dosanya, kami semua cinta kepadanya karena sesama da’i. Sesama kader dakwah saling menguatkan, mendoakan semoga tetap dalam keberkahan dan keistiqomahan dalam jalan dakwah, yang kami lakukan selain itu adalah menghindari perbuatan fitnah, menghindari komentar yang tidak perlu, menjaga soliditas sesama kader dan barisan dakwah, tetap bekerja dan beramal, tiap minggu bertemu untuk ngaji, kami infakkan sebagian rezeki untuk dakwah, itulah rutinitas para da’i tidak ada yang berubah sama sekali.
3. Kelompok yang netral, acuh tak acuh dengan keadaan. Kelompok ini biasanya tidak peduli apa yang terjadi di negeri ini, asik dengan urusannya sendiri, tidak mau tahu dengan apa yang sedang terjadi . Kelompok ini cepat atau lambat akan bisa ketarik kepada pembenci atau pecinta PKS, tinggal adu strategi dan teknik di lapangan.
Wahai kader dakwah, posisi 3 kelompok ini sudah sangat jelas, marilah kita lebih berhati-hati dalam berfikir, mengambil keputusan, dan bertindak terutama kader-kader yang sudah menjadi pejabat publik karena kelompok yang masih membenci dakwah akan terus mencari-cari kesalahan partai dakwah ini dan kader-kadernya maupun pendukung-pendukungnya. Wajib dibaca dan dipegang teguh oleh para kader berupa Tadzkhiroh Dewan Syariah Pusat tentang MENGHINDARI HAL-HAL YANG MENIMBULKAN FITNAH yang dikeluarkan oleh DSP pada tanggal 30 Mei 2013.
Dalam kondisi apapun, dimanapun, dan kapanpun para da’i harus tetap menjadi suri teladan, sportif dalam bermain dan bertindak, disiplin dalam beramal dan memegang fiqud dakwah, sesungguhnya yang bergerak itu adalah waktu sedangkan substansi dan nilai dakwah tetap dan haqiqi.
Oleh karena itu sebagai da’i harus terus belajar dan membekali diri dengan berbagai ilmu, para da’i harus melek hukum, melek informasi, melek berorganisasi, melek bermasyarakat, melek berpolitik, melek dunia pendidikan, melek pemerintahan, melek masalah-masalah sosial, melek teknologi, melek masalah ekonomi keuangan, melek dalam manajemen keluarga, melek adanya perang pemikiran, melek dunia internasional dan lain-lain, dan yang paling penting harus menguasai ilmu agama. Kita buka kembali materi tarbiyah tentang Al-Haq Wal-Bathil dan Ghazwul Fikri. Tugas da’i terhadap kelompok pembenci dan kelompok netral adalah mendakwahi, sehingga mereka semua menjadi penambah dan penguat barisan dakwah ini, jangan engkau benci mereka, mari kita ajak dengan CINTA_KERJA_HARMONI. Yakinlah kalau Allah SWT berkehendak tidak ada yang sulit dan tidak mungkin, siapa tahu seorang Johan Budi, Abraham Samad, Busro Muqodas, Bambang Widjojanto, Adnan Pandu Praja, dan Zulkarnain ternyata lebih sholeh dan nantinya menjadi penguat barisan dakwah ini.
Wallahu a’lam bishowab
Oleh: Danar Widiantoro
Ketua Bidang Kaderisasi DPD PKS Wonosobo, Jawa Tengah
Sumber: pksnongsa
0 komentar:
Posting Komentar